Sabtu, 29 Oktober 2011

ISLAM DI INDONESIA: SEJARAH MASUK DAN PERKEMBANGAN


ISLAM DI INDONESIA: SEJARAH MASUK DAN PERKEMBANGAN
Oleh: M.Subhan Lutfi, S.Pd.I

A.    Pendahuluan
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia khususnya bagi pertumbuhan Islam di Nusantara. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh. Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia. 
Dengan melihat realita yang ada, betapa pentingnya mengetahui Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia, guna memelihara sejarah dan mengetahui lebih mendalam bagaimana sejarah perkembangannya di masa lampau. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis mengemukakan pembahasan tentang: bagaimana teori-teori kedatangan Islam di Nusantara? dan bagaimana terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara? serta bagaimana Islam di Nusantara pada masa Kolonialisme dan Pasca Kemerdekaan?
B.     Teori-Teori Tentang Kedatangan Islam Di Indonesia
Berdasarkan buku-buku sejarah yang penulis ketahui bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada bulan Maret 1963 di Medan, Islam ke Indonesia pada tahun pertama Hijriah (Abad ke-7 M), langsung dari negeri Arab dan dilakukan secara damai. Sedangkan daerah yang pertama kali memeluk Islam adalah daerah pesisir Sumatera. Selain bangsa Arab, Persia, dan India, maka penduduk asli sendiri ikut aktif dan ambil bagian dalam penyebaran Islam tersebut.
Wan Husein  Azmi  mengemukakan, ada tiga teori tentang kedatangan Islam ke wilayah Melayu, yaitu:
1.      Teori Arab, yaitu datangnya islam ke Melayu secara langsung dari Arab, karena orang muslim diwilayah Melayu berpegang pada mazhab Syafi’i yang lahir disemenanjung tanah Arab. Teori ini disokong oleh Sir John Crawford.
2.      Teori India, yakni bahwa islam datang dari india. Teori ini lahir selepas tahun 1883 M, yang dibawa oleh C.Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini diantaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A.Kern dan C.A.O Van Nieuwinhuize.
3.      Teori Cina, yakni bahwa islam datang kewilayah Nusantara dari Cina. Teori ini dikemukakan oleh Emanuel Godinho de Eradie, seorang scientist Spanyol.[1]

Ada beberapa bukti tentang masuknya islam ke Nusantara, yaitu:
1.      Bukti awal mengenai agama islam berasal dari seorang pengelana Venesia yang bernama Marcopolo. Ketika singgah disebelah utara pulau Sumatera dia menemukan sebuah kota islam bernama Perlak yang dikelilingi oleh daerah-daerah non Islam. Hal ini diperkuat oleh catatan yang terdapat dalam buku-buku sejarah seperti Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu.
2.      Bukti kedua berasal dari Ibnu Batutah ketika mengunjungi Samudera Pasai pada tahun 1345 M, mengatakan bahwa raja yang memerintah negara itu memakai gelar Islam yakni Malikut Thahbir bin Malik Al Saleh.
3.      Bukti ketiga berasal dari pengelana Portugis yang bernama Tome Pires yang mengunjungi Nusantara pada awal abad ke-16. Dalam karyanya yang berjudul Summa Oriental, dia menjelaskan bahwa menjelang abad ke-13 sudah ada masyarakat Muslim di Samudera Pasai, Perlak dan Palembang. Selain itu di Pulau Jawa juga ditemukan makam Fatimah Binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 1082 M dan sejumlah makam Islam di Trayala yang berasal dari abad ke-13.
4.      Bukti keempat ada yang berpendapat bahwa islam sebenarnya sudah masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 Masehi. Pendapat ini didasarkan atas pernyataan pengelana Cina  I-tsing yang berkunjung kekerajaan Sriwijaya pada tahun 671 M. dia menyatakan bahwa pada waktu itu lalu lintas laut antara Arab, Persia, India dan Sriwijaya sangat ramai.
5.      Bukti kelima menurut catatan Dinasti Tang, para pedagang Ta-Shih (sebutan bagi kaum muslim Arab dan Persia) pada abad ke-9 dan ke-10 sudah ada di Kanton dan Sumatera.[2]

Kemudian ada beberapa teori juga tentang penyebaran Islam di Nusantara, yaitu:
1.      Penyebar Agama Islam menurut teori Gujarat, yaitu bahwa penyebarnya adalah Muhammad Fakir. Buktinya, teori ini mendasarkan argumentasinya pada pengamatan terhadap bentuk relief nisan Sultan Malik Al Saleh yang memiliki kesamaan dengan nisan-nisan yang terdapat di Gujarat.
2.      Penyebar Agama Islam menurut teori Makkah, yaitu bahwa penyebarnya adalah Syech Ismail dari Makiyah. Buktinya adalah, bahwa kelompok penduduk Nusantara pertama yang Islam menganut mazhab Syafi'i. Mazhab Syafi'i merupakan mazhab istimewa di Makiyah.
3.      Penyebar Agama Islam menurut teori Persia, yaitu bahwa penyebarnya adalah P.A. Hoessein Djajaningrat. Buktinya adalah pada adanya beberapa kesamaan budaya yang hidup dikalangan masyarakat Nusantara dengan bangsa Persia denagn memperingati Asyura, suatu peringatan bagi kaum Syi'ah.
4.      Penyebar Agama Islam menurut teori Sejarawan, yaitu penyebarnya adalah Wali Songo.[3]

Adapun teori Islam Masuk Indonesia melalui pedagang Gujarat adalah tidaklah benar, apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syiah karena Gujarat pada masa itu beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan  Islam di Indonesia didominasi Mashab Safi'i. Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya  Islam di masa awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.
Alasan yang menyebabkan penduduk nusantara banyak yang beragama Islam antara lain:
1.      Pernikahan antara para pedagang dengan bangsawan. Contoh: Raja Brawijaya menikah dengan Putri Jeumpa yang menurunkan Raden Patah.
2.      Pendidikan pesantren
3.      Pedagang Islam
4.      Seni dan kebudayaan. Contoh: Wayang, disebar oleh Sunan Kalijaga.
5.      Dakwah

Faktor-faktor penyebab Agama Islam dapat cepat berkembang di Nusantara antara lain:
1.      Syarat masuk agama Islam tidak berat, yaitu dengan mengucapkan kalimat syahadat.
2.      Upacara-upacara dalam Islam sangat sederhana.
3.      Islam tidak mengenal sistem kasta.
4.      Islam tidak menentang adat dan tradisi setempat.
5.      Dalam penyebarannya dilakukan dengan jalan damai.
6.      Runtuhnya kerajaan Majapahit memperlancar penyebaran agama Islam.[4]

Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai. Proses penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan dengan banyak cara yakni dengan jalur-jalur:
1.      Jalur Perdagangan. Sejak abad ke-7 masehi sampai dengan abad ke 16 masehi, pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia dan India) disamping mengadakan hubungan dagang, mereka juga mengirim da’i-da’i untuk menyebarkan Islam kependuduk setempat.
2.      Jalur Kekuasaan. Dengan masuk islamnya para penguasa dan para bangsawan ini memudahkan penyebaran islam karena rakyat biasanya mengikut apa yang diperintahkan oleh seorang raja.
3.      Jalur Perkawinan. Dengan perkawinan antara penduduk asli termasuk putri raja dengan para pedagang muslim tersebut. Karena pedagang muslim status ekonominya baik dan memiliki kepandaian, bahkan ada diantaranya menjadi syahbandar. Putri pribumi yang diperisteri oleh pedagang dan ulama muslim itu diislamkan terlebih dahulu, dengan membaca dua kalimat syahadat. Seperti perkawinan Maulana Ibrahim dengan puteri Raja Blambangan. Dari perkawinan itu, mempercepat dan memperkuat penyebaran islam.
4.      Jalur Tasawuf. Masyarakat Nusantara adalah masyarakat yang suka pada kegiatan rohani dan kebatinan. Oleh sebab itu, para mubaligh islam menempuh jalan tasawuf untuk menarik mereka. Diantara tokoh-tokoh sufi adalah Hamzah Fanshuri, Syi’ah Kuala, Siti Jenar, Sunan Panggung, dan para wali lainnya.
5.      Jalur Pesantren. Penyebaran melalui pesantren ini pertama kali dirintis oleh Sunan Ampel. Dari sini lahir tokoh-tokoh islam seperti Raden Patah dan Sunan Giri. Sunan Giri mendirikan pesantren di Gresik dan mengirimkan murid-muridnya untuk berda’wah kepelosok-pelosok desa. Jadi pesantren merupakan pusat yang fungsional dalam penyebaran Islam.
6.      Jalur Seni. Seni sastra seperti dalam puisi-puisi Hamzah Fanshuri yang bernafaskan tasawuf, seni tari seperti tari seudati di Aceh, seni ukir seperti yang terlihat di mihrab dan lukisan kaligrafi huruf arabdi mesjid-mesjid dan di istana-istana raja dan sebagainya. [5]

Dari keenam model perkembangan Islam itu, secara relitas Islam sangat diminati dan cepat berkembang di Indonesia. Meskipun demikian, intensitas pemahaman dan aktualisasi keberagaman Islam bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam mencernanya. Ditemukan dalam sejarah, bahwa komunitas pesantrean lebih intens keberagamannya, dan memiliki hubungan komunikasi “ukhuwah” (persaudaraan/ikatan darah dan agama) yang kuat. Proses terjadinya hubungan “ukhuwah” itu menunjukkan bahwa dunia pesantren memiliki komunikasi dan kemudian menjadi tulang punggung dalam melawan kolonial.

C.    Terbentuknya Kerajaan-Kerajaan Islam Di Nusantara
Sebelum Islam datang ke Indonesia sebelumnya telah lebih dahulu hadir, dan penyebaran yang dilakuakn yakni oleh orang India yang membawa dakawah agama Hindhu Budha. Maka sebenarnya, kerajaan yang berdiri pertama kali banyak dari kalangan basik Hindu Budha, namun setelah orang-orang Arab menginjakan kaki pertama kali di Nusantara dan sembari membawa syi’ar dakwah Islam, maka seiring itu bedirilah kerajaan-kerajaan Islam menyusul kerajaan-kerajaan Hindu Budha yang telah lama berdiri.
Adapun kerajaan-kerajaan Islam yang menjadi cermin pesatnya penyebaran Islam di Indonesia adalah:
1.      Kerajaan Aceh ( 1322 H/ 1904 M)
Kerajaan ini terletak disebelah Sumatera, wilayah ini memiliki posisi penting, karena dua hal, yaitu karena penyebaran Islam dan perlawananya terhadap penjajah. Sultan pertamanya yang terkenal adalah Ali Mughits Syah (935 H/1520 M). Namun masa kekuasaan yang gemilang dipegang pada masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda, diamana kekuasaannya meluas dan terjadi penyebaran Islam hampir diseluruh Sumatera.
Kemudian kondisi ini semakin menurun disebabkan oleh banayaknya peperangan dan krisis ekonomi. Juga beralihnya kekuasaan ke tangan ratu-ratu dalam beberapa masa periode. Juga karena peperangan yang terus menerus melawan barat. Hingga akhirnya kerajaan ini jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1322 H/ 1904 M).
2.      Kerajaan Demak
Kerajaan ini hanya berumur pendek, namun pahlawan-pahlawannya adalah Mujahid terbaik. Raja pertamanya adalah Raden Fatah, lau Patih Unus, yang berhasil melakuakan ekspansi perluasan wilayah, diapun yang menghilangkan kerajaan Majapahit yang beragama Hindu.
Setelah wafatnya Patih Yunus maka kekuasaan dipegang oleh Patih Trenggono, yakni seorang Mujahid besar yakni akan usahanya masuklah Islam ke daerah Jawa Barat. Dan akhirnya dia wafat pada tahun 953 H/ 1546 M.
3.      Kerajaan Banten
Kerajaan ini terpisah dari kerajaan Demak, mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Hasanuddin yang merupakan raja pertamanya. Kemudian Sultan Yusuf yang merupakan putranya dan berhasil melakuakna penamabahan penyebaran Islam di Jawa Barat, dan kerjaan ini menjadi pusat perdagangan yang penting. Belanda memusatkan perhatiannya pada kerjaan ini, dan saat di pegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa, kerajaaan ini mencapai puncak kejayaannnya, namun usaha Belanda tak sia-sia hingga akhirnya dapat mengalahkan Banten pada tahun 1096 H/ 1684 M
4.      Kerajaan Mataram
Raja Mataram bernama Sutowijoyo putra dari Ki Ageng Pamanahan yang bergelar Panembahan Senopati. Kemudian digantikan oleh Sultan Agung Hanyokrokusuma, masa sultan Agung ini wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram ini meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur, Sukadana (Kalimantan), dan Cirebon (Jawa Barat). Adapun jasa yang telah beliau berikan adalah membendung ekspansi dan pengaruh belanda, berusaha menyatukan umat islam di Jawa, menciptakan tarikh Jawa Islam, yang semula berdasarkan peredaran matahari menjadi berdasarkan peredaran bulan.
5.      Kerajaan Gowa
Pada tahun 1583 kerajaan ini diperintah oleh seorang muslim bernama Senopati, yang berorientasi untuk menyebarakan Islam di seluruh Jawa. Adapaun raja Mataram yang terkenal adalah Sultan Agung, setelah wafatnya Sultan timbulah pertikaian didalam pemerintahan yang akhirnya memungkinkan Belanda mengalahkan mereka.


6.      Kerajaan-kerajaan Semenanjung Melayu
Setelah jatuhnya Malaka, timbulah banyak kerajaan yang menempati posisinya. Kerajaan ini telah memberikan andil besar dalam menyebarkan Islam dan memerangi penjajah. Selain denagan banyaknya kerajaan-kerajaaan Islam, kondisi perkembangan Islam di Indonesia pun dipengaruhi oleh tindak tanduk para penyiarnya yakni yang terkenal denagn wali songo, para wali ini terkenal denagn syi’ar dakwahnya yang gigih dalam menyebarkan Islam. [6]
Dengan melihat sejarah banyaknya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara sebagai hasil perjuangan mereka mempertahankan Islam sampai sekarang, maka dapat kita lihat perkembangan Islam pada masa sekarang, seperti banyakanya ormas Islam yang berakar budaya di negri ini, bahkan hingga saat ini Indonesia mencatat sebagai negeri dengan muslim terbanyak.

D.    Islam di Nusantara Pada Masa Kolonialisme Dan Pasca Kemerdekaan
1.      Islam Pada Masa Kolonialisme
Pada abad ke-16 M, perjuangan Islam diarahkan pada perjuangan melawan orang-orang Portugis yang bermaksud untuk melakokan monopoli perdagangan. Pahlawan-pahlawan islam pada masa ini antara lain:
a.       Sulthan Ali Mughyat Syah (1502-1522 M), pendiri kerajaan Aceh Bandar Darussalam.yang berhasil mengusir Portugis dari Samudera Pasai (1522) dan mengembalikan Samudera Pasai kepangkuan wilayah kerajaannya.
b.      Raden Patah (Kerajaan Islam di Demak), baginda mengirimkan 90 armadanya dengan 12.000, tentara dibawah pimpinan puteranya Patih Yunus ke Malaka dan menggempur kekuasaan Portugis disana.
c.       Sultan Khairun dan putranya Sulthan Babullah, berhasil mengalahkan portugis di Maluku.[7]

Kemudian pada abad ke-17 M, kerajaan Hindia Belanda datang ke  Nusantara untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah  daerah ini. Sejak itu hampir  seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang  menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara  aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama  saat itu. Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas  perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang  siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Potensi-potensi  tumbuh dan berkembang di abad ke-13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah.  Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda.
Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam tersebar dan di anut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasive yakni lewat jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan walisanga menyebarkan dengan seni dan budaya. Para da'I Islam sangat faham dan menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan. Hal ini sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17 : " Tidak ada kewajiban bagi kami hanyalah penyampaian ( Islam ) yang nyata".
Menurut Prof Dr.Hamka seperti yang dikemukakan oleh Islamil Yakub, bahwa kepahlawanan dan perlawanan umat islam di Indonesia pada abad ke 17 M melahirkan beberapa tokoh, seperti Sulthan Agung Mataram, Iskandar Muda (Aceh Bandar Darussalam), Hasanuddin (Makasar), Sulthan Agung Tirtayasa (Banten), Trunojoyo (Madura), Karaeng Galesong (Makasar), Untung Surapati, dan lain-lain.[8]

Dari tokoh-tokoh inilah awal dari perlawanan rakyat Indonesia terhadap kaum penjajah Bejanda sampai nantinya pada Abad ke 18-19 M peperangan sengit masih sering bergejolak, sehingga Indonesia nanti baru berhasil meraih kemerdekaan dan mampu bangkit pada Abad ke 20 M, yang nantinya ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi Islam di Indonesia.

2.      Islam Pada Masa Pasca Kemerdekaan
Dengan lahirnya BPUPKI (Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 9 April 1945 memiliki arti penting dalam lintasan sejarah panjang bangsa Indonesia. Hal tersebut karena untuk pertama kali dalam sejarah, para pemimpin Indonesia berkumpul dalam suatu wadah membicarakan persiapan kemerdekaan bangsa beserta “Perlengkapannya”, seperti dasar Negara, kabinet, dan parlemen.
BPUPKI yang terdiri atas 68 orang anggotanya terdiri atas komposisi 8 orang dari Jepang dan 15 orang dari golongan Islam. “Yang dimaksud golongan Islam disini adalah golongan yang memperjuangkan Islam sebagai Dasar Negara dalam sidang BPUPKI” selebihnya dari golongan nasional seluler dan priyayi Jawa “yang dimaksud dengan golongan nasional sekuler bukan berarti ateis atau anti agama”.[9]
Tanggal 7 agustus 1945 BPUPKI di ubah namanya menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), mereka mengadakan siding pertama yang membahas tentang masalah dasar Negara, kewarganegaraan, serta rancangan Undang-Undang Dasar. Kemudian sidang yang kedua membahas tentang bentuk Negara, wilayah Negara, kewarganegaraan, RUUD, ekonomi dan keuangan, pembelaan, pendidikan dan pengajaran.[10]

Dari sidang ini, menghasilkan keputusan bahwa identitas orang Islam perlu dijamin secara konstitusional yang termuat didalam Piagam Jakarta. Artinya bahwa Negara Indonesia ini bukan sebuah negara teokrasi, tetapi juga bukan Negara sekuler. Jadi aspirasi muslim untuk membentuk sebuah Negara Islam mengalami kegagalan dalam hasil keputusan sidang tersebut.
Setelah proklamasi kemerdekaan kedudukan golongan Islam tidak bertambah kuat setelah Bung Karno dan Bung Hatta disahkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Dengan dihapusnya Piagam Jakarta, Penduduk Indonesia yang mayoritas Islam dalam cabinet presidential hanya memperoleh jatah kursi Menteri Pekerjaan Umum (Abikusno Cokrosujoso) dan Menteri Negara (KH.Wahid Hasyim).
“Kekalahan” golongan Islam dengan dihapuskannya Piagam Jakarta membuat mereka bersati dan merasa “senasib”. Nereka mulai memikirkan suatu partai politik yang dapat menjadi payung bagi semua organisasi Islam pada saat itu. Ini berarti pula bahwa konflik ideologis tentang dasar Negara belum berakhir. Masalah yang kemudian mencuat kembali dalam konstituante hasil Pemilu 1955.[11]

Dari sini lahir organisasi-organisasi Islam seperti: Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Masyumi dan lain lain. Organisasi-organisasi ini lahir sebagai pelopor kebangkitan Islam di Indonesia yang mempunyai andil besar dalam mengantar Indonesia kegerbang pintu kemerdekaan.
a.      Syarikat Islam
Syariakh Islam didirikan oleh Haji Samanhudi di Sala pada akhir tahun 1911, berasal dari Syarikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh beliau pada tahun 1905.
Anggaran dasar SI dalam akte notaries tertanggal 10 September 1912 yang diajukan kepada pemerintah untuk memperoleh pengesahan termaktub tujuan SI sebagai berikut:
1)      Memajukan perdagangan
2)      Memberikan bantuan dan pertolongan kepada setiap anggota yang mengalami kesulitan
3)      Memajukan rohani dan jasmani penduduk pribumi
4)      Memajukan kehidupan agama Islam[12]

Andil SI ini dalam kebangkitan Islam besar sekali, antara lain:
1)      Mengadakan kongres al-Islam berkali-kali dalam rangka mempersatukan umat islam.
2)      Mendirikan muktamar Alama Islami di Mekah.
3)      Membentuk Organisasi Haji Hindia (1926) untuk memberikan penerangan kepada umat islam yang hendak menjalankan ibadah haji.
4)      Membentuk Majelis Ulama (1928) sebagai tempat berembug, untuk mempertemukan berbagai aliran dalam Islam.
5)      PSII bersama-sama Partai Nasional Indonesia (PNI) mendirikan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada tahun 1972 tujuannya menuntut Indonesia merdeka.
6)      PSII ikut dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang menuntut Indonesia berparlemen.
7)      Ikut Aktif dalam majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1937.[13]

Jadi SI yang semula kegiatannya dititikberatkan pada lapangan ekonomi dalam perkembangannya menyangkut semua lapangan kehidupan, terutama dalam politik, untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.
b.      Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan dan kawan-kawan pada tanggal 18 November di Yogyakarta. Gerakan ini tidak bergerak dibidang politik, namun para anggota dan tokoh-tokohnya banyak yang aktif memasuki partai-partai politik, seperti PSII. Sifat gerakan Muhammadiyah adalah sosial keagamaan berasaskan islam menurut aliran salaf.
Topik perjuangan Muhammadiyah adalah agar amal perbuatan umat Islam Indonesia sesuai dan kembali berpegang kepada sumber asalnya yaitu Al-Qur’an dan As’Sunnah.
Muhammadiyah mempunyai lembaga-lembaga yang membidangi beberapa departemen, yaitu:
1)      Majelis Tarjih yang membidangi masalah hukum Islam
2)      Majelis pendidikan dan Pengajaran yang membidangi masalah pendidikan dan pengajaran umat Islam, baik madrasah maupun sekolah umum.
3)      Majelis Hikmah yang menangani masalah politik dan pemerintahan
4)      Majelis Tabligh yang menangani penyebaran Islam Salaf
5)      Majelis Penolong Kesengsaraan Umum (PKU) yang bergerak dalam bidang pelayanan masyarakat seperti mendirikan balai kesehatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim piatu dan sebagainya.
6)      Gerakan Wanita Aisiyah (1918)
7)      Majelis pemuda, lalu menjadi Hizbul Wathan (1920), lalu menjadi Pemuda Muhammadiyah.[14]

c.       Nahdatul Ulama
Nahdatul Ulama berdiri di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 atas inisiatif Kh. Wahab Hasbullah, pimpinan Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang.
Wahab Hasbullah membentuk Komite Hijaz. Komite Hijaz ini dalam rapatnya menghasilkan dua keputusan yaitu:
1)      Mengirimkan Wahab Hasbullah dan Ahmad Ghanaim ke Ibnu Saud agar baginda memberikan kebebasan kepada penganut Madzhab Empat. Ibnu Saud dalam balasannya menjamin hal itu.
2)      Rapat memutuskan lahirnya  Jam’iyah Nahdatul Ulama (Kebangkitan Ulama) yang mempertahankan empat Madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali).[15]

Pengurusnya yang pertama ialah: di Syuriyah, KH.Hasyim Asy’ari (Rais Akbar), KH.Dalan (Wakil Ketua), dan Wahab Hasbullah (Katib). Di Tanfidziyah Hasan Dipo (Ketua) dan M.Siddiq (Sekretaris).
Nahdatul Ulama ini bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, keagamaan seperti Muhammadiyah. Nahdatul Ulama ini banyak pengaruhnya dikalangan para santri dipondok-pondok pesantren dan rakyat pedesaan. Organisasi-organisasi yang bernaung dibawah Nahdatul Ulama antara lain, Muslimat Nahdatul Ulama untuk para wanita dan Anshar untuk para pemuda, yang berdiri pada tahun 1940.
d.      Organisasi Federasi Islam
Selain organisasi-organisasi yang berdiri sendiri itu, terdapat juga organisasi-organisasi gabungan (federatif) yang anggota-anggotanya terdiri dari organisasi-organisasi yang berdiri sendiri tersebut. Organisasi federative tersebut antara lain: Kongres Al-Islam dan Majelis Islam a’la Indonesia.
Kongres al Islam diadakan atas inisiatif PSII pada tahun 1922 sampai dengan 1933. Al Islam kongres, diadakan sampai 10 kali dan buahnya antara lain mengirimkan Cokroaminoto dan Mas Manshur ke Muktamar Alam Islami Far’ul Hindi Syarqiyah, Cokroaminoto sebagai ketua dan H. Agus Salim sebagai sekretaris.
Sedangkan Majelis Islam A’la Indonesia berdiri di Surabaya tahun 1937 atas prakarsa Abdul Wahab Hasbullah (NU), Mas Manshur dan Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), dan Wondoamiseno (PSII). Dalam anggaran dasarnya dikatakan bahwa MIAI bertujuan:
1)      Menggabungkan semua organisasi Islam.
2)      Melakukan perdamaian kalau terjadi pertikaian antara mereka
3)      Mengadakan hubungan dengan umat Islam di luar negeri.
4)      Mengadakan kongres muslimin Indonesia.[16]

Tujuan utama dari beberapa gerakan ini adalah sama yakni untuk menghimbau masyarakat Indonesia dengan  nilai-nilai Islam, memperkuat persaudaraan Muslim, dan secara progresif meningkatkan mayoritas muslim dalam berjuang dan aktif terlibat didalam komunitas muslim. [17]

Walaupun tujuan umat Islam ini selalu berbenturan dengan yang namanya politik sehingga tidak bisa mendirikan Negara Islam, tetapi mereka tetap berusaha menegaskan sebuah konsep Islam sebagai agama personal dan sekaligus sebagai basis bagi tatanan sosiopolitik. Sehingga sebagian mempertahankan kepedulian umatnya dalam pembaharuan agama, ketinggian posisi al-Qur’an dan kepatuhan terhadap hokum Islam. Sebagian mereka ada yang masih tetap komitmen terhadap pembentukan Negara Islam. Tetapi sebagian yang lain masih menekankan akomodasi terhadap ilmu pengetahuan modern, teknologi, bisnis, dan dibidang administrasi politik.










E.     Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa;
1.      Teori kedatangan Islam di Nusantara ini menurut pendapat para pakar sejarah ada 3 teori yakni:
·         Teori Arab, yaitu datangnya islam ke Melayu secara langsung dari Arab, karena orang muslim diwilayah Melayu berpegang pada mazhab Syafi’i yang lahir disemenanjung tanah Arab.
·         Teori India, yakni bahwa islam datang dari india.
·         Teori Cina, yakni bahwa islam datang kewilayah Nusantara dari Cina.
2.      Adapun teori yang mengatakan Islam Masuk Indonesia melalui pedagang Gujarat adalah tidaklah benar, apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syiah karena Gujarat pada masa itu beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan  Islam di Indonesia didominasi Mashab Safi'i. Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya  Islam di masa awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.
3.      Kerajaan-kerajaan Islam yang menjadi cermin pesatnya penyebaran Islam di Indonesia adalah: Kerajaan Aceh, Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, Kerajaan Mataram, Kerajaan Gowa dan Kerajaan-kerajaan Semenanjung Melayu.
4.      Pada abad ke-16 M, perjuangan islam diarahkan pada perjuangan melawan orang-orang Portugis. Kemudian pada abad ke-17 M, kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini, sejak itu hampir  seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan  Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang  menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
5.      Pada awal pasca kemerdekaan, yakni diawal abad ke-20, lahirlah berbagai organisasi-organisasi Islam seperti: Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Masyumi dan lain lain. Organisasi-organisasi ini lahir sebagai pelopor kebangkitan Islam di Indonesia yang mempunyai andil besar dalam mengantar Indonesia kegerbang pintu kemerdekaan.

















DAFTAR PUSTAKA

Amin, M.Masyhur, Sejarah Peradaban Islam, Bandung, Indonesi Spirit Foundation, 2004.

Aziz Thaba, Abdul dan Affan Ghaffar, Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru. Jakarta, Gema Insani Perss, 1996.

Hardjono, Azwar, Perjalanan Politik Bangsa. Jakarta, GIP,1997.

Huda, Nor, Islam Nusantara, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2008.

Lapidus, Ira.M., Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,1999.

Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam.Bandung, Pustaka Setia, 2008.

Wikipedia, Kedatangan dan Penyebaran Agama Islam di Nusantara, http:id.m.wikipedia.org/wiki/kedatangan_dan_penyebaran_agama_Islam_di_Nusantara?wasRedirected=true. 24/1/2011

Yakub, Islamil, Sejarah Islam Indonesia, Jakarta, Rajawali perss, 1987.






[1] Dedi Supriyadi, M.Ag, “Sejarah Peradaban Islam”.(Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.191
[2]Wikipedia, Kedatangan dan Penyebaran Agama Islam di Nusantara, http:id.m.wikipedia.org/wiki/kedatangan_dan_penyebaran_agama_Islam_di_Nusantara?wasRedirected=true. 24/1/2011
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Drs.M.Masyhur Amin, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesi Spirit Foundation, 2004), h.315-318
[6] Nor Huda, Islam Nusantara, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 93
[7] Drs.M.Masyhur Amin,M.Ag, op.cit, h. 343
[8] Islamil Yakub, Sejarah Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali perss, 1987), h.73
[9] Abdul Aziz Thaba dan Affan Ghaffar, Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru. (Jakarta: Gema Insani Perss, 1996), h.153
[10] Azwar Hardjono, Perjalanan Politik Bangsa. (Jakarta: GIP,1997),h. 39
[11] Abdul Aziz Thaba dan Affan Ghaffar, op.cit, h.158
[12] Drs.M.Masyhur Amin,M.Ag, op.cit, h. 362
[13] Ibid,h. 364

[14] Ibid, h. 366
[15] Ibid, h. 370
[16] Ibid, h.374
[17] Ira.M.Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1999),h.350

Tidak ada komentar:

Posting Komentar