Sabtu, 29 Oktober 2011

MANUSIA SEBAGAI SUBYEK DAN OBYEK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

MANUSIA SEBAGAI SUBYEK DAN OBYEK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh :  Muhammad Subhan Lutfi

A.    PENDAHULUAN
Pendidikan sejatinya merupakan proses yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.Proses pendidikan juga telah dimulai semenjak lahirnya manusia ke muka bumi, olehkarena itu banyak sekali konsep dan pandangan berbagai filsafat dan ideologi tentangbagaimana pendidikan yang ideal itu seharusnya.
Keseluruhan konsep pendidikan yang diajukan baik oleh para filusuf ataupun pakar-pakar  pendidikan, pada dasarnya bergantung  pada  pandangan  mereka terhadap manusia itu sendiri.
Keunggulan pendidikan islam terdapat pada model manusia yang ingin dicapainya. Sistem pendidikan lainnya, hanya berusaha untuk mencetak “seorang warga negara yang baik” dengan berbagai prespektif yang sangat historikal regional, sehingga gambaran “warga negara yang baik” ini akan berbeda-beda. Bagi sebuah negara ia bisa digambarkan sebagai seorang tentara yang gagah berani, bagi lainnya mungkin ia seorang politikus yang kharismatik, atau ekonom yangcerdas atau bahkan pekerja buruh murahan. Namun dalam islam, model manusia yangdiharapkan ialah manusia bertauhid yang menjadikan dunia sebagai negrinya, tempat ia mengabdikan diri, tidak dibatasi oleh beban sejarah atau batasan regional, ia tidak terikat oleh ras dan kelompok.[1]
Islam juga memandang manusia secara utuh dari berbagai dimensi, baik akal, ruh danjasad. Oleh karena itu pendidikan dalam islam memberikan perhatian yang seimbang terhadap ketiga faktor tersebut sehingga tumbuhlah manusia yang menjadi “khairu ummah”.
Makalah ini berusaha menggali lebih dalam mengenai bagaimana kedudukan manusia sebagai subjek pendidikan dan objek pendidikan? Sehingga umat islam lebih jauh mengenal dan memahami keunggulan pendidikan islam atas sistem-sistem pendidikan lainnya.

B.     MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Allah Swt telah menjadikan manusia dengan berbagai kesempurnaan dan kemampuan.Dan kemampuan manusia untuk belajar, memahami dan mendapatkan pengetahuanmerupakan kemampuan luar biasa yang membuatnya lebih mulia dari makhluk-makhluk lainnya. Bahkan diawal penciptaan manusia, Allah SWT menunjukkankeunggulan ini dihadapan para malaikat dengan mengajarkan kepada Adam AS nama-nama yang malaikat sendiri tidak mampu untuk melakukannya. Dalam Al- Quran disebutkan

tA$s% ãPyŠ$t«¯»tƒ Nßg÷¥Î;/Rr& öNÎhͬ!$oÿôœr'Î/ ( !$£Jn=sù Nèdr't6/Rr& öNÎhͬ!$oÿôœr'Î/ tA$s% öNs9r& @è%r& öNä3©9 þÎoTÎ) ãNn=ôãr& |=øxî ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ãNn=÷ær&ur $tB tbrßö7è? $tBur öNçFYä. tbqãKçFõ3s? ÇÌÌÈ  

Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
Pakar pendidikan islam Umar At-Thoumy As-Syibani menjelaskan tentang hal inidalam bukunya Falsafah at-Tarbiyah al-Islamiyyah mengatakan:
“Insan bisa mempelajari ilmu pengetahuan, kemahiran dan kecenderungan baru. Ia bisaberiman dengan yang ghaib, membedakan antara baik dan buruk dan menahan nafsusyahwatnya yang liar. Ia punya kudrat mencari cara untuk mencapai cita-cita ini. Iamenembus realitas untuk membawanya mencapai cita-cita ideal ia mampu membina hubungan sosial dengan orang lain … Ia berdaya untuk bekerja memproduksi, membina peradaban dan menempa kemajuan. Ia bisa menyingkapkan rahasia fenomena alam danmembentuk fenomena itu sesuai dengan idealismenya. Lebih jauh ia bisa menguasai sumber kekuasaan alam.[2]
Padangan Islam terhadap manusia ini, berbeda dengan pandangan filsafat-filsafatpendidikan lainnya. Manusia dalam pendidikan islam ditempatkan sebagai hamba dankhalifah sekaligus. Dr. Abdurrahman Umaira menjelaskan:
“Manusia dalam pandangan islam, berbeda dengan aliran eksperimen yang memasukannya dalam sebuah laboratorium, meletakkannya dalam wadah eksperimen,diteliti bagian-bagiannya secara terpisah, kemudian keluar dengan hasil: bahwa manusiaitu hanya jasad, an sich.Mungkin hal itu bisa kita maklumi, karena peralatan yang ada tak mampu untuk menangkap berbagai sisi (dari manusia).Manusia dalam pandangan islam, juga bukanlah hewan seperti dalam aliranbehaviorisme. Yang menafsirkan bahwa manusia hanyalah kumpulan dari kebiasaan-kebiasaan, beserta aksi reaktif yang ditimbulkan dari umpan balik atau kondisi yangtercipta secara terus menerus. Karena hal itu hanya berlaku bagi hewan namun tidak untuk manusia.”[3]
Manusia dalam pendidikan islam ialah makhluk Allah Swt yang unik dan istimewa,diciptakan dengan tujuan dan amanah yang jelas. Dengan kemampuannya, manusiamempunyai kewajiban yang lebih dalam pendidikan islam. Manusia diperintahkanuntuk mempelajari dan mengajarkan kebenaran. Manusia juga dilarang untuk melakukan pekerjaan tanpa berdasarkan ilmu. Oleh karenanya, manusia dalam islamdituntut untuk selalu berada dalam proses pendidikan; menjadi subyek ataupun obyek pendidikan itu sendiri

C.    MANUSIA SEBAGAI SUBYEK PENDIDIKAN
Manusia sebagai subyek pendidikan berarti ia menjalankan perannya sebagai seorang pendidik atau guru. Seorang pendidik dalam islam bukanlah hanya sembarang orang,namun harus mememenuhi syarat-syarat tertentu agar ia dapat menjalankan fungsinyadengan baik. Oleh karenanya seorang pendidik dalam islam mempunyai kedudukanyang tinggi.
1.      Kedudukan dan Fungsi Pendidik dalam Pendidikan Islam
Seorang pendidik mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam islam, karena pendidik merupakan perwakilan dari Allah SWT dan Rasul-Nya dalam mengajarkan kepada manusia syariat dan nilai-nilai islam.
“Para ulama ialah pewaris nabi, mereka mewarisi ilmu nubuwwah sebagaimana juga menggantikan peran mereka untuk mengajar manusia, membimbing orang-orang yang tersesat, menjelaskan kebenaran kepada orang-orang yang tak mengetahuinya, serta mengingatkan orang-orang yang lalai atas kebenaran tersebut. Mereka tidak boleh sama sekali menyembunyikan sedikitpun dari keterangan dan petunjuk yang mereka miliki.”[4]
Seorang pendidik ibarat seorang ayah yang mau mendengar keluhan dari peserta didiknya dan mengarahkan mereka dengan penuh kasih sayang. Ia juga ibarat seorang syaikh yang mampu menguasai berbagai persoalan agama sehingga menasehatimuridnya dengan bijak. Ia ibaratkan seorang guru yang mengajarkan berbagai hal dengan baik dan juga seorang pemimpin yang mampu mengambil keputusan yang tepat diwaktu yang tepat. Imam Al-Ghazali mewajibkan kepada setiap pendidik untuk mengasihi anak didiknya seperti tergambar dalam sebuah hadits yang artinya:
“Sesungguhnya (kedudukan) aku kepada kalian seperti seorang ayah kepada anaknya. ”(Al-Hadits)
Oleh karena itu, maka kedudukan seorang pendidik sangatlah mulia didalam islam.
2.      Karakteristik Pendidik
Seorang pendidik dalam islam memiliki tanggung jawab yang besar terhadap anak didiknya. Ia harus mampu membina dan mendidik mereka menjadi seorang muslim yang baik.
Diantara karakteristik yang berkaitan dengan keimanan ialah:
  1. Seorang pendidik hendaknya memiliki akidah yang lurus dan mengakar dijiwanya. Sehingga akidah tersebut terlihat dalam perilakunya dan caranyamengajarkan berbagai bidang ilmu.
  2. Memiliki sikap takwa dan hati yang bersih yang dengannya ia merasa selaludiawasi oleh Allah SWT dalam segala perbuatannya.
  3. Ikhlas dalam mengajar dan hanya mengharapkan ridha Allah SWT dari apa yang dikerjakannya. Bahkan Imam Al-Ghazali melarang seorang gurumengharapkan imbalan duniawi, karena untuk meneladani Rasululullah Saw yang tidak meminta imbalan duniawi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:
ÏQöqs)»tƒur Iw öNà6è=t«ór& Ïmøn=tã »w$tB ( ÷bÎ) y̍ô_r& žwÎ) n?tã «!$# 4 !$tBur O$tRr& ÏŠÍ$sÜÎ/ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä 4 Nßg¯RÎ) (#qà)»n=B öNÍkÍh5u ûÓÍo_Å3»s9ur ö/ä31ur& $YBöqs% šcqè=ygøgrB ÇËÒÈ  
“dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak Mengetahui".(QS.Hud : 29)
  1. Selalu berupaya untuk mengamalkan apa-apa yang diajarkan dan diketahuinya. Karena perilaku seorang pendidik menjadi cerminan bagi keberhasilan proses pendidikan peserta didiknya.
  2. Seorang pendidik juga harus menyadari tanggung jawab yang besar yang iaemban sebagai pendidik dan berusaha menunaikan kewajibannya sebaik mungkin, serta tidak mengkambing hitamkan orang lain atau lingkungan ataskegagalan dalam proses pendidikan[5]
Selain karakteristik diatas, ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan akhlak yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, diantaranya:
  1. Bersikap tawadhu terhadap orang lain terlebih lagi dihadapan anak didiknya.
  2. Hendaknya ia bersabar dalam berinteraksi dengan anak-anak didiknya dandalam memperbaiki dan membina mereka jika ia berhadapan dengan kenakalan dan kebodohan mereka.
  3. Bersikap adil dalam bergaul, tidak membeda-bedakan antara satu dengan lainnya berdasarkan hawa nafsu.
  4. Menjaga kasih sayang dan lemah lembut terhadap anak didiknya, karenahanya dengan rasa kasihlah manusia menjadi mudah untuk taat dan mendengar. [6]
Seorang pendidik juga harus memperhatikan hal-hal berikut jika ia ingin berhasil untuk mendidik murid-muridnya:
  1. Hendaklah ia menjaga penampilannya agar terlihat baik dan rapi dihadapananak-anak didiknya, karena manusia umumnya menyukai hal-hal yangindah dan membenci sebaliknya.
  2. Mengajak anak didik untuk berfikir dan mengunakan akalnya dalam berbagai kesempatan sehingga mereka terbiasa dengan cara berfikir yangbaik dalam kehidupannya
  3. Ia juga dianjurkan untuk terus menambah ilmunya dan memperluaswawasannya baik berkenaan dengan pendidikan atau lainnya.
  4. Ia harus menguasai bidang yang ia ajarkan sebaik mungkin sehinggamenguasai seluk beluknya dan dapat  mengajarkannya dengan cara yangpaling mudah untuk dipahami.
  5. Memperhatikan dan mengetahui perbedaan karakter tiap peserta didiknya dan mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap mereka.[7] Imam Al-Ghazali menjelaskan: “ Dan hendaknya seorang guru membatasi muridnya sesuai pemahamannya, maka  janganlah ia memberikan apa yang tidak terjangkau oleh akalnya atau yang membuat bingung pikirannya.[8]

D.    MANUSIA SEBAGAI OBYEK PENDIDIKAN
Pada dasarnya, islam tidak  mengenal  manusia sebagai obyek dalam  pendidikan  karena pada hakikatnya manusia sebagai pendidik ataupun peserta didik dituntut untuk aktif mencari ilmu dan kebenaran. Dalam artian bahwa kewajiban mencari ilmu dipikul oleh seluruh  manusia, dan bukan hanya kewajiban pendidik saja untuk menyampaikannya.
“Para ulama bersepakat (ijma) bahwa diantara ilmu itu ada yang fardhu „ain atas setiap orang secara individu. Yaitu apa-apa yang tidak boleh tidak diketahui oleh manusia dari sejumlah kewajiban agama atas mereka, seperti bersyahadat dengan lisan dan meyakini dengan hati bahwa Allah itu Esa tiada sekutu baginya, dan bersaksi akan kebenaranbahwa Muhammad ialah hamba dan rasul-Nya juga penutup para nabi. Dan bahwa kebangkitan setelah kematian untuk pembalasan amal, keabadian di akhirat bagi mereka yang bahagia dengan keimanan dan ketaatan di surga, dan bagi mereka yang sengsara dengan kekafiran dan keingkaran di neraka adalah benar adanya…”[9]
 Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan akidah dan syariat yang berkaitan dengan manusia,haruslah diketahui oleh manusia dengan ilmu yang benar. Jika tidak, maka setiapindividu menanggung akibatnya.Namun yang dimaksudkan dengan obyek pendidikan disini ialah manusia yang ikut menjadi peserta dalam proses pendidikan islam. Karena dalam mencari ilmu, seorang muslim tidak hanya diwajibkan untuk membaca melainkan untuk bertanya dan menuntut ilmu dengan orang-orang yang lebih mengetahui. Dalam Al-Quran disebutkan:
!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR öNÍköŽs9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. Ÿw tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ  
“dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan[10] jika kamu tidak mengetahui”(QS. An-Nahl : 43)
  1. Peserta Didik dalam Islam
Keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya.
Dalam pendidikan islam, terdapat sebutan-sebutan khusus bagi para peserta didik,diantaranya:
  1. Thalibul-„ilm -atau disingkatThalib - yang berarti seseorang yang sedang mencari ilmu.
  2. Murid yang berarti seseorang yang ingin belajar dan siap menerimapengajaran dari guru atau syaikhnya.
  3. Tilmidz yang berarti seseorang yang mencari-cari ilmu pengetahuan denganbertanya pada orang yang lebih alim.
  4. Mutaallim yaitu orang yang diajarkan kepadanya ilmu pengetahuan.
  5. Mutarobbi yaitu seseorang yang dikembangkan dan dididik dengan nilai-nilaiyang bermanfaat[11]
Nama-nama tersebut terkadang digunakan dalan beberapa kondisi yang berbedawalaupun secara keseluruhan mempunyai makna yang sama yaitu peserta didik
  1. Adab-adab sebagai Peserta Didik
Berdasarkan penghargaan terhadap ilmu dan penghormatan terhadap kemuliaanpendidik, maka peserta didik dalam islam harus memahami adab-adab dalam menuntutilmu. Adab dalam menuntut ilmu merupakan bagian yang asasi yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan islam, maka “Tidaklah seseorang menguasai satu cabang ilmu, selagi ia tidak mengiasi ilmunya dengan adab.”[12] 
Diantara adab-adab tersebut ada yang berkaitan dengan dirinya, gurunya dan pelajarannya.  adab-adab yang berkaitan dengan diri, yaitu:
  1. Menjadikan seluruh proses pendidikan sebagai sarana untuk beribadahkepada Allah SWT.
  2. Mengikhlaskan niat dalam mencari ilmu untuk berkhidmah kepada islam dan bukan karena kepentingan duniawi
  3. Menghiasi diri dengan sifat takwa.
  4. Konsisten dalam menjaga kesungguhan dan kesabaran saat menghadapi berbagai masalah dalam menuntut ilmu.
  5. Membersihkan hati dari rasa dengki, iri dan akhlak yang buruk. Karena akhlak yang buruk akan menghalagi ilmu yang hakiki. Imam Al-Ghazali berkata: “Apabila engkau berkata: betapa banyak murid yang buruk akhlaknya mendapatkan banyak ilmu?, Maka alangkah celakanya ia karenatelah dijauhkan dari ilmu hakiki yang bermanfaat, karena awal dari ilmutersebut ialah tampaknya maksiat sebagai racun yang berbahaya.”
  6. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan tidak menyia-nyiakannya.
  7. Bersikap zuhud terhadap berbagai kehidupan duniawi.
  8. Mengamalkan setiap ilmu yang sudah ia pelajari.
  9. Mempelajari ilmu dari para ahli dibidangnya.
  10. Mempersiapkan diri dengan peralatan untuk menyimak dan menulis. [13]
Diantara adab-adab yang berkaitan dengan guru ialah:
  1. Meminta bimbingan dari Allah SWT agar mendapatkan guru yang terbaik.
  2. Patuh terhadap gurunya, seabagaimana orang sakit yang sedang ditangandokternya.
  3. Menghormati guru dan tidak melupakan jasa-jasanya.
  4. Bersabar atas sikap yang tidak berkenan dari guru.
  5. Bersikap dengan sopan saat berada di majlisnya.
  6. Mengajukan pertanyaan dengan sopan dan mendahuluinya dengan doa,seperti;Ghafarallahu laka.
  7. Mengagungkan guru tanpa berlebih-lebihan.
  8. Dilarang memotong pembicaraan guru ketika ia menjelaskan sesuatu. Begitujuga jika gurunya melakukan kesalahan dalam  menjelaskan pelajaran, tidak boleh menegurnya didepan khalayak ramai.
  9. Apabila guru menjelaskan permasalahan yang sudah ia ketahui, hendaknya mendengarkannya seakan-akan ia belum pernah mendengarkan hal itusebelumnya.
  10. Tidak terburu-buru untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guruatau orang lain kepadanya. [14]
Sedangkan adab-adab yang berkaitan dengan pelajaran, ialah:
  1. Mempunyai obsesi yang tinggi terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya.
  2. Bertahap dalam mempelajari sesuatu. Dan hendaknya dimulai darimempelajari Al-Quran lalu hadits dan seterusnya.
  3. Tidak memulai pelajaran dari perbedaan pendapat dikalangan ulama ataumanusia secara umum.
  4. Menjaga sopan santun  terhadap kawan sejawatnya.
  5. Rajin mengulang-ulang pelajaran yang telah ia pelajari disetiap kesempatan
  6. Mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada orang yang belummengetahuinya.Adab-adab ini, walaupun terlihat sangat sederhana tetapi merupakan kunci bagi seorang penuntut ilmu untuk mendapatkan keberkahan dari ilmu yang ia pelajari.[15]
Bahwa sebagai seorang anak didik harus bersikap lemah lembut menerima perkataan gurunya dari segara sisi. Janganlah ia menentangnya dalam suatu perkara. Alasannya ialah karena pundi-pundi ilmu seorang guru tidak akan tampak bagi murid kecuali jika ia merasa tenang bersamanya dan memujinya dengan pujian yang luhur. Itu karena kedudukan seorang guru ialah kedudukan ilmu itu sendiri. Orang yang menyelisihi ilmu akan menyelisihi kebenaran, sedang menyelisihi kebenaran akan jatuh pada kesalahandan kekeliruan, dan hal itu tidak diinginkan orang yang berakal. Dan jika seorang murid belum mampu mampu  mentaati gurunya sejauh itu, maka sang guru hanya akan mengajarkan ilmu yang terbatas.”[16]











E.     KESIMPULAN
Manusia sebagai subyek pendidikan adalah sebagai pendidik. Pada dasarnya, AllahSWT memberikan tanggung jawab kepada setiap orang tua untuk memberikanpendidikan yang terbaik untuk mengajarkan hukum-hukum Allah. Kemudian kewajiban itu dibebankan kepada setiap orang berilmu untuk mengajarkan apa yang ia ketahui kepada orang lain. Di sisi lain, setiap muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu kepadamereka yang lebih mengetahui.
Islam telah menetapkan adab-adab kepada semua yang terlibat dalam dunia pendidikan,baik pendidik ataupun peserta didik. Adab-adab ini menunjukkan bahwa islam menghargai ilmu sebagai nilai-nilai yang sangat penting untuk dimiliki sekaligus diamalkan agar bermanfaat di dunia dan akhirat. Adab-adab ini juga menunjukkan keunggulan pendidikan islam yang lebih mengedepankan terbentuknya karakter manusia bertakwa dengan ilmu pengetahuan daripada manusia yang pengetahuannyatidak berdampak pada kepribadian dan perilakunya.
Keunggulan pendidikan islam juga terlihat jelas dalam peran manusia dalam pendidikan-baik sebagi pendidik atau peserta didik- yang dinilai sebagai ibadah dan ditujukanuntuk meraih ridha Allah SWT semata. Begitupun dengan adab-adab yang dikaitkan dalam proses pendidikan ialah agar dalam mencari ilmu manusia semakin dekat kepada kebenaran, yaitu jalan Allah SWT.

.



DAFTAR PUSTAKA

Adab-adab menurut ilmu, http://halaqah.net/v12/index.php?topic=1941.5;wap2. 23/04/2011

Al-Anis, Abdul Hakim, Adab al-Muta’allim tijaha al-Mu’allim,(Dubai: Da’irah Asy-Syu’un Al-Islamiyyahwa Al-Amal Al-Khairi, 2008). h. 14

Al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya Ulumuddin, Kairo: Dar Asy-Sya’b.Jilid.1, hlm. 96

An-Nahlawi,A. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga di Sekolah dan Masyarakat, Terj. Herry Noer Ali, Bandung:CV. Dipenogoro, 1989. H.78

As-Syibani, Umar At-Thoumy, Falsafah At-Tarbiyah Al-Islamiyyah, diterjemahkan oleh: HasanLanggulung ke Falsafah Pendidikan Islamm, Jakarta: CV. Bulan Bintang, 1984

Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Menggali Tradisi, Mengukuhkan Eksistensi, (malang: UIN-Malang Press, 2006), h 97


Ihsan Adisaputra, Anjuran al-Qur’an dan Hadits untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan dan Pengamalannya.(Surabaya: al-ikhlas, 1981),h.25

Langgulung, H, Asas-Asas Pendidikan Aslam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992),h.28

Mursi, Muhammad Munir, 1994. Al-Tarbiyyat al-Islamiyyat Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-Arabiyyat, (Qahirah: ‘Alam al-Qutub, 1977) dalam Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. 2, Bandung:  Remaja Rosdakarya, 1994. h.58

Samsudin, Abdul Amir, Mazhab at-tarbawy Ibnu Jama’ah. “Tadkiratu al-saami’u wal Mutakallimu fii adhabi al-aalimi wal muta’allimi, darul Qura, h.112

_________, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),h.21

Umairah, Abdurrahman, Manhaj Al-Qur’an fit-Tarbiyah, Kairo: Maktabat Ukadz, 1981.


[1] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Aslam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992),h.28
[2] Umar At-Thoumy As-Syibani , Falsafah At-Tarbiyah Al-Islamiyyah, diterjemahkan oleh: HasanLanggulung ke Falsafah Pendidikan Islamm, Jakarta: CV. Bulan Bintang, 1984. hlm. 115
[3] Abdurrahman Umairah, Manhaj Al-Qur’an fit-Tarbiyah, Kairo: Maktabat Ukadz, 1981. hlm. 17

[4] Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Menggali Tradisi, Mengukuhkan Eksistensi, (malang: UIN-Malang Press, 2006), h 97
[5] Abdul Amir Samsudin, Mazhab at-tarbawy Ibnu Jama’ah. “Tadkiratu al-saami’u wal Mutakallimu fii adhabi al-aalimi wal muta’allimi, darul Qura, h.112
[7]A. An-Nahlawi. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga di Sekolah dan Masyarakat, Terj. Herry Noer Ali, Bandung:CV. Dipenogoro, 1989. H.78
[8] Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Kairo: Dar Asy-Sya’b.Jilid.1, hlm. 96
[9] Ihsan Adisaputra, Anjuran al-Qur’an dan Hadits untuk Menuntut Ilmu Pengetahuan dan Pengamalannya.(Surabaya: al-ikhlas, 1981),h.25
[10] Yakni: orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab
[11] Muhammad Munir Mursi, 1994. Al-Tarbiyyat al-Islamiyyat Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-Arabiyyat, (Qahirah: ‘Alam al-Qutub, 1977) dalam Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. 2, Bandung:  Remaja Rosdakarya, 1994. h.58
[12] Abdul Hakim Al-Anis, Adab al-Muta’allim tijaha al-Mu’allim,(Dubai: Da’irah Asy-Syu’un Al-Islamiyyahwa Al-Amal Al-Khairi, 2008). h. 14
[13] Abu Hamid Al-Ghazali, Jilid.1, hlm. 83
[14] Ibid, h.48
[15] Adab-Adab Menuntut Ilmu, http://halaqah.net/v12/index.php?topic=1941.5;wap2. 23/04/2011
[16] H.Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),h.21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar