Sabtu, 29 Oktober 2011

PENGOLAHAN INFORMASI DAN TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF


PENGOLAHAN INFORMASI DAN TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF
Oleh: M.Subhan Lutfi

A.    Pendahuluan
Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada dari luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengalaman itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pandangan itu, teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berfikir, yakni proses pengelolaan informasi.
Kegiatan pengelolaan informasi yang berlangsung di dalam kognisi itu akan menentukan perubahan perilaku seseorang. Bukan sebaliknya jumlah informasi atau stimulus yang mengubah perilaku. Demikian pula kinerja seseorang yang diperoleh dari hasil belajar tidak tergantung pada jenis dan cara pemberian stimulus, melainkan lebih ditentukan oleh sejauh mana sesaeorang mampu mengelola informasi sehingga dapat disimpan dan digunakan untuk merespon stimulus yang berada di sekelilingnya. Oleh karena itu teori belajar kognitif menekankan pada cara-cara seseorang menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat dan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara efektif.[1] Oleh karena itu maka penulis berusaha memaparkan bagaimana proses pengolahan informasi kognitif pada anak serta bagaimana teori pembelajaran kognitif itu sendiri?
B.     Diagram Pemrosesan Informasi
Teori belajar yang cocok serta dapat menjawab dua pertanyaan tadi adalah suatu teori belajar yang oleh Gagne (1988) disebut dengan ‘Information Processing Learning Theory’. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam otak manusia di saat memroses suatu informasi. Karenanya teori belajar tadi disebut juga ‘Information-Processing Model’ oleh Lefrancois atau ‘Model Pemrosesan Informasi’. Beberapa model telah dikembangkan di antaranya oleh Gagne (1984), Gage dan Berliner (1988) serta Lefrancois, yang terdiri atas tiga macam ingatan yaitu: sensory memory atau Ingatan Inderawi (II), Ingatan Jangka Pendek (IJPd) atau short-term/working memory, serta Ingatan Jangka Panjang (IJPj) atau long-term memory. Berdasar ketiga model tersebut dapat dikembangkan diagram pemrosesan informasi berikut ini:
 


                                                                         Melalui panda indera
Ingatan Inderawi (II)
 
 

                                                                                                          LUPA LAGI
Yang mendapat perhatian
 



Perlu Pengulangan                                                       Pemunculan lagi
Ingatan Jangka Panjang (IJPj)
 
 




Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik. Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak. Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.[2]
Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang. Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran.
Manfaat teori pemrosesan informasi antara lain :
  1. membantu terjadinya proses pembelajaran sehingga individu mampu beradaptasi pada lingkungan yang selalu berubah
  2. menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
  3. kapabilitas belajar dapat disajikan secara lengkap
  4. prinsip perbedaan individual terlayani
Hambatan teori pemrosesan informasi antara lain :
1.     tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
2.     proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung
3.     tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan
4.     kemampuan otak tiap individu tidak sama.[3]


C.    Ingatan Inderawi (Ii)
Sebagaimana terlihat pada diagram di atas, suatu masukan/informasi yang terdapat pada stimulus atau rangsangan dari luar akan diterima manusia melalui panca inderanya. Informasi tersebut menurut Lefrancois akan tersimpan di dalam ingatan selama tidak lebih dari satu detik saja. Ingatan tersebut akan hilang lagi tanpa disadari dan akan diganti dengan informasi lainnya. Ingatan sekilas atau sekelebat yang didapat melalui panca indera ini biasanya disebut ’sensory memory’ atau ‘ingatan inderawi’.[4]
Berdasar pada apa yang dipaparkan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa, seperti yang telah sering dialami para guru dan telah dinyatakan dua orang siswa di bagian awal tulisan ini, pesan atau keterangan yang disampaikan seorang guru dapat hilang seluruhnya dari ingatan para siswa jika pesan atau keterangan tersebut terkategori sebagai ingatan inderawi. Alasanya, seperti sudah dipaparkan tadi, Ingatan Inderawi hanya dapat bertahan di dalam pikiran manusia selama tidak lebih dari satu detik saja. Pertanyaan penting yang dapat dimunculkan adalah: Bagaimana caranya agar informasi atas keterangan seorang guru tidak akan hilang begitu saja dari ingatan siswa?
D.    Ingatan Jangka Pendek (IJPd)
Suatu informasi baru yang mendapat perhatian siswa, tentunya akan berbeda dari informasi yang tidak mendapatkan perhatian dari mereka. Suatu informasi baru yang mendapat perhatian seorang siswa lalu terkategori sebagai IJPd sebagaimana dinyatakan Gage dan Berliner (1988, p.285) berikut: “When we pay attention to a stimulus, the informations represented by that stimulus goes into short-term memory or working memory.” Jelaslah bahwa IJPd adalah setiap Ingatan Inderawi yang stimulusnya mendapat perhatian dari seseorang. Dengan kata lain, IJPd tidak akan terbentuk di dalam otak siswa tanpa adanya perhatian dari siswa terhadap informasi tersebut. IJPd ini menurut Lefrancois dapat bertahan relatif jauh lebih lama lagi, yaitu sekitar 20 detik. Sebagai akibatnya, pengetahuan tentang perbedaan antara kedua ingatan ini lalu menjadi sangat penting untuk diketahui para guru dan diharapkan akan dapat dimanfaatkan selama proses pembelajaran di kelasnya. [5]
Sekali lagi, perhatian para siswa terhadap informasi atau masukan dari para guru akan sangat menentukan diterima tidaknya suatu informasi yang disampaikan para guru tersebut. Karenanya, untuk menarik perhatian para siswa terhadap bahan yang disajikan, di samping selalu memotivasi siswanya, seorang guru pada saat yang tepat sudah seharusnya mengucapkan kalimat seperti: “Anak-anak, bagian ini sangat penting.” Tidak hanya itu, aksi diam seorang guru ketika siswanya ribut, mencatat hal dan contoh penting di papan tulis, memberi kotak ataupun garis bawah dengan kapur warna untuk materi essensial, menyesuaikan intonasi suara dengan materi, memukul rotan ke meja, sampai menjewer telinga merupakan usaha-usaha yang patut dihargai dari seorang guru selama proses pembelajaran untuk menarik perhatian siswanya. Namun hal yang lebih penting lagi adalah bagaimana menumbuhkan kemauan dan motivasi dari dalam diri siswa sendiri, sehingga para siswa akan mau belajar dan memperhatikan para gurunya selama proses pembelajaran sedang berlangsung.

E.      Ingatan Jangka Panjang (IJPj)
Mengapa Ibukota Indonesia jauh lebih mudah diingat daripada Ibukota Negeria? Untuk menjawabnya, perlu disadari adanya suatu kenyataan bahwa Jakarta jauh lebih sering disebut dan didengar namanya daripada Lagos; misalnya dari buku, pembicaraan, televisi, ataupun koran. Karenanya, Jakarta sebagai Ibukota Indonesia kemungkinan besar sudah tersimpan di dalam IJPj. Informasi yang sudah tersimpan di dalam IJPj ini sulit untuk hilang, sehingga Jakarta dapat diingat dengan mudah. Jelaslah bahwa IJPj adalah IJPD yang mendapat pengulangan. Kata lainnya IJPj tidak akan terbentuk tanpa adanya pengulangan. Dapatlah disimpulkan sekarang bahwa pengulangan merupakan kata kunci dalam proses pembelajaran. Karenanya, latihan selama di kelas atau di rumah merupakan kata kunci yang akan sangat menentukan keberhasilan atau ketidak berhasilan suatu pengetahuan yang diingat dalam jangka waktu yang lama. Itulah sebabnya, ada guru berpengalaman yang menyatakan kepada siswanya bahwa akan jauh lebih baik untuk belajar 6 × 10 menit daripada 1 × 60 menit. Selain pengulangan atau latihan, beberapa hal penting yang harus diperhatikan Bapak dan Ibu Guru agar suatu pengetahuan dapat diingat siswa dengan mudah adalah:
  1. Sesuatu yang sudah dipahami akan lebih mudah diingat siswa dari pada sesuatu yang tidak dipahaminya. Contohnya, proses untuk mengingat bilangan 17.081.945 akan jauh lebih mudah daripada proses mengingat bilangan 51.408.791 karena bilangan pertama sudah dikenal para siswa, apalagi jika dikaitkan dengan hari kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang dapat ditulis menjadi 17–08–1945.
  2. Hal-hal yang sudah terorganisir dengan baik akan jauh lebih mudah diingat siswa daripada hal-hal yang belum terorganisir. Contohnya, mengingat susunan bilangan 4, 49, 1, 16, 9, 36, dan 25 akan jauh lebih sulit daripada mengingat bilangan berikut yang sudah terorganisir dengan baik: 1, 4, 9, 16, 25, 36, dan 49.
  3. Sesuatu yang menarik perhatian siswa akan lebih mudah diingat daripada sesuatu yang tidak menarik hatinya. Acara televisi yang menarik perhatian para siswa akan memungkinkan para siswa untuk duduk berjam-jam di depan TV dan jalan ceriteranya akan mampu mereka ingat dengan mudah. Namun hal yang sebaliknya akan terjadi juga, yaitu suatu proses pembelajaran yang tidak menarik perhatian mereka dapat menjadi beban bagi siswa dan tentunya juga bagi para guru.[6]
F.     Teori Pembelajaran Kognitif
Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus.
Berdasarkan pada pandangan itu teori psikoloig kognitif memandang beljar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
Ciri Teori Pembelajaran Kognitif:
  1. Menekankan pada penekananprilaku internal, sehingga mempengaruhi prilaku yang tampak
  2. Prilaku berasal dari hasil fikiran individu
  3. Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru
  4. Belajar terjadi lebih banyak ditentukan karna adanya karsa individu[7]

  1. Strategi pembelajaran daya ingat
Salah satunya adalah dengan Pembelajaran verbal. Pembelajaran verbal Adalah pembelajaran kata-kata (atau fakta yang diungkapkan dalam kata-kata). Dalam banyak studi, misalnya siswa diminta mempelajari daftar kata-kata atau suku kata yang tidak masuk akal. Ada tiga jenis tugas pembelajaran verbal yang biasanya dilihat diruangan kelas seperti:
  1. Pembelajaran pasangan-berkaitan (paired-associate learning)
 Melibatkan pembelajaran untuk menyebutkan satu anggota pasangan ketika diberikan anggota lain pasangan tersebut. Biasanya ada suatu daftar pasangan untuk dihapal. Contoh pendidikan tugas pasangan-berkaitan meliputi pembelajaran ibu kota Negara bagian, nama dan tanggal perang saudara, table penambahan dan perkalian, dan ejaan kata.
Dalam pembelajaran pasangan-berkaitan, siswa harus menghubungkan tanggapan dengan masing-masing rangsangan. Misalnya, kepada siswa tersebut diberikan gambar tulang (rangsangan) dan harus menjawab tulang kering, atau diberikan symbol Au dan harus menjawab emas. Salah satu aspek penting pembelajaran rangsangan berkaitan ialah tingkat pengenalan yang telah dimiliki siswa dengan rangsangan dan tanggapan tersebut.
Misalnya dengan GAMBAR lebih ampuh dalam membantu mengingat hubungan. Salah satu metode kuno untuk meningkatkan daya ingat dengan menggunakan gambaran ialah penciptaan cerita-cerita untuk menggabungkan informasi. Misalnya gambar-gambar dari mitos yunani dan sumber-sumber lain yang telah lama digunakan untuk membantu orang mengingat peta bintang.

  1. Pembelajaran serial (serial learning)
Melibatkan pembelajaran suatu daftar istilah dalam urutan tertentu. Penghafalan not dalam nada balok, janji kesetiaan, unsure-unsur dalam susunan berat atom, dan puisi serta lagu adalah tugas-tugas pembelajaran serial. Pembelajaran serial kurang terjadi dalam pengajaran di ruang kelas dari pada tugas-tugas pembelajaran pasangan-berkaitan.
  1. Tugas pembelajaran ingatan bebas (free-recall learning)
Juga melibatkan penghafalan daftar, tetapi bukan dalam urutan khusus. Mengingat nama ke-50 negara bagian Amerika Serikat, jenis-jenis rangsangan, jenis-jenis penggalan baris puisi, dan system organ dalam tubuh adalah tugas-tugas ingatan bebas.[8]
  1. Strategi Yang Membantu Siswa Dalam Belajar
a.       Membuat Catatan
Strategi studi umum yang digunakan dalam membaca maupun dalam belajar dari pengajaran dikelas ialah membuat catatan. Pembuatan catatan dapat efektif untuk jenis bahan tertentu, karena hal itu dapat meminta pengolahan gagasan-gagasan utama dalam  pikiran, karena seseorang mengambil keputusan tentang apa yang harus ditulis. Namun efek pembuatan catatan ditemukan tidak selalu konsisten. Efek positif paling mungkin diperoleh apabila pembuatan catatan digunakan untuk bahan konseptual yang rumit dimana tugas yang sangat penting ialah mengindentifikasi gagasan-gagasan utama. Juga, pembuatan catatan yang memerlukan pengolahan mental akan lebih efektif dari pada sekedar menuliskan apa yang dibaca. Misalnya Bretzing dan Khulhavy menemukan bahwa membuat catatan paraphrase (menyebutkan gagasan utama dengan kata-kata yang berbeda) dan membuat catatan sebagai persiapan untuk mengajarkan bahan tersebut kepada orang lain adalah strategi pembuatan catatan yang efektif, karena hal itu meminta tingkat pengolahan mental yang tinggi tentang informasi tersebut.
 Salah satu sarana yang kelihatannya efektif untuk meningkatkan nilai pembuatan catatan siswa ialah agar guru menyediakan catatan sebagian sebelum pengajaran atau membaca, dengan memberi siswa kategori-kategori untuk mengarahkan pembuatan catatan mereka sendiri. Beberapa studi telah menemukan bahwa praktik ini meningkatkan pembelajaran siswa.[9]
b.      Menggarisbawahi
Barangkali strategi studi yang paling umum ialah menggarisbawahi atau memberi stabilo. Namun, riset tentang penggarisbawahan pada umumnya menemukan sedikit manfaat. Persoalannya ialah bahwa kebanyakan siswa tidak berhasil mengambil keputusan tentang bahan mana yang dianggap penting dan benar-benar menggarisbawahi terlalu banyak. Ketika siswa diminta menggarisbawahi satu kalimat dalam masing-masing paragraph yang merupakan yang terpenting, mereka malah mengingat lebih banyak, barangkali karena untuk memutuskan mana kalimat yang penting diperlukan tingkat pengolahan yang lebih tinggi.[10]
c.       Meringkas
Dalam meringkas diperlukan penulisan kalimat-kalimat singkat yang menggambarkan gagasan utama informasi yang sedang dibaca. Keefektifan strategi ini bergantung pada bagaimana hal itu digunakan. Salah satu cara yang efektif ialah meminta siswa menuliskan ringkasan satu kalimat setelah membaca masing-masing alenia. Cara lainnya ialah meminta siswa menyiapkan ringkasan yang dimaksudkan untuk membantu orang-orang lain mempelajari bahan tersebut-sebagian karena kegiatan ini memaksa orang yang meringkas untuk singkat dan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh apa yang penting dan apa yang tidak. Namun, penting dicatat bahwa beberapa studi tidak menemukan efek ringkasan, dan dalam kondisi apa strategi ini meningkatkan pemahaman atau daya ingat tentang bahan yang ditulis tidak dipahami dengan baik.
d.      Menulis untuk belajar
Makin banyak himpunan bukti mendukung gagasan bahwa, dengan meminta siswa menjelaskan secara tertulis isi yang mereka pelajari, mereka akan tentu memahami dan mengingatnya. Misalnya meminta anak kelas enam dalam suatu pelajaran pengetahuan alam tentang keadaan zat menuliskan pemahaman mereka tentang konsep dalam beberapa unit tersebut. Kelompok yang menulis tersebut mengingat jauh lebih banyak hingga ujian. Studi ini dan yang lainnya menemukan bahwa tugas penulisan yang terfokus membantu anak-anak mempelajari isi yang sedang mereka tuliskan.
e.       Membuat garis besar dan memetakan
Kelompok strategi studi terkait memerlukan siswa menggambarkan bahan yang dipelajari dalam bentuk kerangka. Strategi ini meliputi pembuatan garis besar, jejaring dan pemetaan. Garis besar menyajikan butir-butir utama bahan tersebut dalam format herarkis, dengan masing-masing penjelasan yang diorganisasikan dalam kategori yang lebih tinggi.[11]
G.    Kesimpulan
Tanpa perhatian dari siswa, suatu informasi hanya dapat bertahan selama satu detik saja di dalam Ingatan Inderawi para siswa. Dengan adanya perhatian dari siswa, informasi itu akan dapat bertahan selama 20 detik di dalam IJPd dan masih cenderung untuk hilang lagi. Agar tidak hilang, diperlukan adanya proses pengulangan atau repetisi sehingga informasi tersebut masuk ke dalam IJPj
Strategi pembelajaran daya ingat terbagi menjadi 3 yaitu: Pembelajaran pasangan-berkaitan, pembelajaran serial, dan pembelajaran ingatan bebas. Sedangkan strategi yang membantu siswa dalam belajar terbagi menjadi 5 yaitu: membuat catatan, menggarisbawahi, meringkas, menulis untuk belajar, serta membuat garis besar dan memetakan

DAFTAR PUSTAKA





R.M.Gagne. (1983). Some Issues in the Psychology of Mathematics Instruction. Journal for Research in Mathematics Education.

Robert E. slavin, Educational Psycology: Theory and Practice. Diterjemahkan oleh Drs. Marianto Samosir, S.H, Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. (PT.Macanan Jaya Cemerlang, 2008), h.244



[2] R.M.Gagne. Some Issues in the Psychology of Mathematics Instruction. (Journal for Research in Mathematics Education.1983). h.186
[4] Op.cit. h. 188
[5] Op.cit. h.189
[8][8] Robert E. slavin, Educational Psycology: Theory and Practice. Diterjemahkan oleh Drs. Marianto Samosir, S.H, Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. (PT.Macanan Jaya Cemerlang, 2008), h.244
[9] Ibid h.254
[10] Ibid, 255
[11] Ibid, h.256

Tidak ada komentar:

Posting Komentar